MELIHAT ULANG FUNGSI MASJID DAN LANGGAR SEBAGAI RUANG PUBLIK DI KECAMATAN TANGGUNGGUNUNG, TULUNGAGUNG

IMAM SAFI’I, 1732143033 (2020) MELIHAT ULANG FUNGSI MASJID DAN LANGGAR SEBAGAI RUANG PUBLIK DI KECAMATAN TANGGUNGGUNUNG, TULUNGAGUNG. [ Skripsi ]

[img] Text
COVER.pdf

Download (1MB)
[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (242kB)
[img]
Preview
Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (198kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB I.pdf

Download (385kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB II.pdf

Download (327kB) | Preview
[img] Text
BAB III.pdf

Download (281kB)
[img] Text
BAB IV.pdf

Download (340kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (155kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (174kB)

Abstract

ABSTRAK Skripsi dengan judul “MELIHAT ULANG FUNGSI MASJID DAN LANGGAR SEBAGAI RUANG PUBLIK DI KECAMATAN TANGGUNGGUNUNG, TULUNGAGUNG” ini ditulis oleh Imam Safi’i, NIM. 1732143033, pembimbing Dr. Maftukhin, M.Ag dan Dr. A. Rizqon Khamami, Lc. M.A Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena keagamaan yang berkembang di wilayah Tanggunggunung, terutama berkaitan dengan tempat ibadah. Islamisasi yang berlangsung lama, ternyata mengenalkan tempat baru bernama masjid dan langgar bagi masyarakat pedalaman Jawa. Situasi yang diperlihatkan NU dan PKI pasca pemilu pertama Indonesia turut menyumbang peran besar proses Islamisasi belakangan ini. Gejolak tersebut imbasnya dapat dirasakan sampai tataran perdesaan dan masih membekas dalam ingatan kolektif masyarakat Tanggunggunung hingga hari ini. Periode tersebut menandai babak baru, membuat identitas Islam menguat, bahkan mempengaruhi bagaimana fungsi masjid dan langgar digunakan. Jumlah tempat ibadah di Tanggunggunung terus mengalami kenaikan. Masyarakat menggunakannya sebagai tempat berkumpul antar kalangan. Tidak hanya itu, tempat ibadah juga menjadi ruang publik yang semua orang bisa memilikinya tanpa ada sekat identitas santri dan abangan. Sudah sepantasnya, tempat ibadah tidak hanya digunakan sebagai tempat sholat, tetapi juga melingkupi seluruh sektor kehidupan manusia. Ternyata kondisi yang dialami masyarakat Tanggunggunung belakangan ini berbeda. Bangunan tempat ibadah yang disuguhkan dengan megahnya ini, tidak membuat masyarakat semakin taat beribadah. Banyaknya tempat ibadah sama sekali tidak memiliki dampak yang cukup berarti untuk menegaskan identitasnya sebagai seorang muslim. Aktivitas sholat lima waktu tidak rutin di helat di tempat ibadah. Kegiatan di tempat ibadah pun bisa dibilang sesuai pasar, hanya akan ramai ketika menginjak puasa di bulan Ramadhan. Di Tanggunggunung, tradisi baru seperti yasinan dan tahlilan malah selalu penuh jamaah melebihi tempat ibadah. Penelitian ini mencoba melihat lebih dalam fungsi tempat ibadah di Tanggunggunung dan membandingkannya dengan yasinan dan tahlilan sebagai ritual keagamaan yang digemari masyarakat Tanggunggunung. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Mengapa masjid dan langgar di kecamatan Tanggunggunung pasca-65 secara signifikan mengalami kenaikan kuantitas bangunan dan jamaah? (2) Bagaimana situasi masjid dan langgar di kecamatan Tanggunggunung sebelum tahun 65 dan pasca 65? (3) Apakah masjid dan langgar di kecamatan Tanggunggunung saat ini masih berperan sebagai ruang publik? Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui lebih jauh Islamisasi yang ada di Tanggunggunung dengan melihat tempat ibadahnya dan sejarah perkembangannya. Keterkaitan ini ingin melihat menjamurnya keberadaan tempat ibadah dengan konteks situasi Indonesia masa lalu. (2) Mendapatkan data yang berkaitan dengan situasi tempat ibadah yang barangkali di dalam setiap periode mengalami perubahan fungsi. Penelitian ini sengaja ingin memotret apa yang nampak dari bangunan ini. Bangunan ini tidak mungkin bisa dipotret tanpa melibatkan hubungan sosial-keagamaan di masyarakat. Dengan begitu, melihat situasi tempat ibadah sangat penting karena pusat keagamaan khususnya Islam ada di sini. (3) Menguak tentang status fungsi tempat ibadah umat Islam di Tanggunggunung saat ini. Masih sesuai apa tidak dengan fungsi masjid dan langgar sebagai ruang publik. Utamanya penelitian ini terkait dengan ruang dimanalalu lalang orang tidak terbatasi. Ia bukan hanya terkenal sebagai tempat ibadah saja, tetapi hubungan sosialnya biasanya juga ada di tempat ibadah. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ada berbagai model di dalam sejarah perkembangan dunia, tetapi peneliti menggunakan metode etnografi. Seperti model lainnya di penelitian kualitatif, etnografi hadir dengan upaya mengintepretasikan makna yang disampaikan oleh informan. Dalam konteks ini masyarakat Tanggunggunung menjadi area belajar seorang peneliti karena dari cara pandang informan, rentetan pengalaman akan dengan mudah didapat. Peneliti akan belajar dari masyarakat dalam memandang masjid sebagai tempat ibadah dan ruang publik. Tetapi, tanpa berbaur langsung dan menjadi bagian masyarakat Tanggunggunung, penelitian tidak akan berjarak dalam memandang fenomena pada wilayah yang ditelitinya. Penggalian data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah: pertama, menjamurnya tempat ibadah di Tanggunggunung karena terjadi pengagamaan besar-besaran di tahun 65. Saat itu Modin berperan penuh dalam pembangunan tempat ibadah di wilayah Tanggunggunung. Masyarakat harus memiliki agama dan dibuktikan dengan rutin melaksanakan ibadah. Membludaknya jamaah mengakibatkan, banyak tempat ibadah dibangun karena tidak kuat menampung banyaknya jamaah. Mulai saat itu, rumah ibadah berubah fungsi menjadi ruang keselamatan. Kedua, situasi sebelum tahun 65 menempatkan masjid dan langgar sebagai tempat menjalankan kewajiban normatif dan sepi peminatnya. Pasca 65, masjid dan langgar ramai dengan kegiatan keagamaan dan menjadi ruang publik masyarakat Tanggunggunung. Ketiga, masjid dan langgar di Tanggunggunung yang dianggap aman tersebut malah menjadi sumber ketidaknyamanan karena banyaknya konflik di dalamnya. Masyarakat Tanggunggunung menempatkan tempat ibadah sebagai kesalehan pribadi dan tradisi yasinan dan tahlilan sebagai kesalehan sosial. Dengan begitu, tempat ibadah tidak lagi berperan sebagai ruang publik bagi masyarakat Tanggunggunung karena ruang publik tersebut telah berpindah ke ritual keagamaan yasinan dan tahlilan. Kata Kunci: Islamisasi, Langgar, Masjid, Ruang Keselamatan, Ruang Publik.

Item Type: Skripsi
Subjects: Filosofi
Divisions: Fakultas Ushuluddin, Adab Dan Dakwah > Filsafat Agama
Depositing User: SKRIPSI 1732143033 IMAM SAFI'I
Date Deposited: 22 Dec 2020 04:01
Last Modified: 22 Dec 2020 04:01
URI: http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/17427

Actions (login required)

View Item View Item